“untuk apa ibu iri dengan apa yang dimiliki tetangga. Mungkin saja ada tetangga yang iri pada ibu karena punya anak seperti kamu. Rumput tetangga akan selalu terlihat lebih hijau. Tapi bukan berarti apa yang dimiliki tetangga itu lebih baik..”
” kau lebih suka memakai sepatu yang sudah usang kan? Daripada sepatu baru? lebih nyaman kan?” ibu bertanya tepat ke sepatu ku.. Ah iya sepatu ini sudah buruk rupa tak pernah ku ganti baru meskipun aku bisa membelinya kapan saja.
“tidak selamanya hal-hal indah yang dilihat mata itu menyenangkan .. Membahagiakan..bersyukurlah dan coba hargai hal-hal kecil di sekitarmu.. Bisa jadi itu anugrah terbesar untukmu.. Ah ibu jadi banyak bicara..”
“iya ibu tidur saja.. Saatnya istirahat..”
“bersyukurlah nak. Itu lebih mudah dibandingkan mengeluh..” ibu tersenyum lalu menutup matanya.
Aku hanya bisa menangis sesenggukan meminta ibu kembali. Aku ingin melihat senyum ibu lebih banyak lagi. “ibu maafin ari…”
—-
“ari bangun nak… Ini kuenya udah mateng.. Ga baik loh tidur habis subuh..”
Suara ibu membangunkanku.. Tapi ibu kan ibu kan.. Aku terduduk tak mengerti. Itu tadi hanya mimpi? aku
masih seorang anak ingusan? Aku menatap ibu lekat-lekat .
“ibu..”
“kenapa ari? pasti mimpi buruk ya? ibu kan udah bilang jangan tidur abis subuh”
aku memeluk ibu rekat-rekat.. Ah ibu rasanya sudah lama sekali aku tak memelukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar