Seperti diketahui ilmu geodesi
berkembang dari penentuan posisi. Sudah sejak lama manusia memiliki rasa ingin
tahu tentang keberadaan dirinya. Ilmu yang lebih dulu berkembang adalah ilmu
astronomi. Dengan pengamatan bintang, posisi dapat ditentukan. Seiring dengan
berkembangnya teknologi dan pemahaman manusia tentang bumi, ilmu penentuan
posisi berkembang menjadi navigasi. Selain itu metode dasar penentuan posisi
digunakan dengan teknologi yang lebih canggih sehingga hasil dari penentuan
posisi tersebut dapat lebih cepat dan teliti.
II.
Definisi
Penentuan Posisi
Menurut Petr
Vanicek dan Edward Krakiwsky, point
positioning:”...determination of the coordinate of a point on land, at sea, or
in space with respect to implied coordinate system..”
Penentuan posisi
merupakan suatu cara untuk menyatakan posisi suatu obyek pada suatu sistem
koordinat tertentu. Seperti diketahui terdapat dua sistem koordinat yaitu
sistem koordinat terikat langit atau disebut juga dengan ekstraterestrial dan
sistem koordinat terikat bumi atau terestrial. Kedua sisten koordinat tersebut
memiliki cara atau bentuk pernyataan posisi yang berbeda. Untuk penentuan
posisi dari titik ikat yang diketahui dengan satu titik ikat lain diketahui
dinamakan sebagai penentuan posisi dengan metode ikatan kemuka. Sedangkan jika
dilakukan dari titik yang ingin dicari dinamakan sebagai metode ikatan ke
belakang. Untuk menentukan posisi dengan sudut jurusan dan jarak disebut juga
dengan metode polar.
Posisi juga dapat
dinyatakan dalam tiga dimensi yang berarti memiliki posisi horizontal (x,y) dan
vertikal (z).
Dalam penentuan
posisi horizontal terdiri dari teknik astronomi, triangulasi, trilaterasi dan travers atau poligon. Sedangkan
penentuan posisi vertikal terdiri dari geodetik leveling, trigonometrik leveling,
barometrik leveling dan echo sounding.
III. Penentuan Posisi Horizontal
A. Menggunakan Metode
Astronomi
Metode astronomi merupakan metode penentuan posisi paling
tua yang berbasiskan pada pengamatan bintang. Sistem ini masih digunakan sampai
saat ini meski terbatas untuk keperluan-keperluan khusus, metode ini digunakan
sejak 1884 untuk penentuan lintang secara teliti di Postdam. Sistem ini juga
berkontribusi dalam pengamatan pergerakan kutub atau sering disebut Polar Motion sejak tahun 1890. Sesuai
dengan namanya astronomi geodesi merupakan suatu metode dalam penentuan posisi
dengan mengamati bintang atau benda langit lainnya. Lebih dalam, tugas utama
dari astronomi geodesi adalah penentuan lintang dan bujur geografis, serta
azimuth dari darat (terrestrial) melalui benda langit. Lintang suatu daerah
dapat diketahui dengan menentukan elevasi (di lokasi pengamat) rotasi sumbu-x
bumi yang kira-kira ditunjukan oleh bintang polar atau dapat disebut Polaris.
Penentuan bujur dilakukan dengan cara menentukan beda waktu dari daerah
tersebut dengan waktu Greenwich. Penentuan ini tergantung dari waktu jam atom
yang ada di daerah tersebut. Metode astronomi juga merupakan salah satu cara
untuk menentukan sudut jurusan dari dua buah titik yang ada dipermukaan bumi. Penentuan
posisi menggunakan metode astronomi merupakan salah satu jenis penentuan posisi
ekstraterestrial.
Terdapat
tiga hal yang dapat dilakukan untuk mendeskripsikan posisi dari bintang dalam
bola langit:
1.
Dengan menggunakan
right ascension dan deklinasi
2.
Dengan hour
angle dan deklinasi
3.
Dengan azimuth dengan altitude
B. Triangulasi
Dari namanya
dapat diketahui bahwa triangulasi merupakan penentuan posisi horizontal dengan
melakukan pengukuran sudut yang ada pada suatu segitiga. Prinsip dasar dari
segitiga adalah trigonometri, sehingga triangulasi sangat terkait dengan
trigonometri. Penentuan posisi untuk titik ikat teliti dengan cara triangulasi,
dilakukan dengan mengamati antar puncak gunung atau titik-titik tinggi lainnya.
Penentuan posisi
dengan cara triangulasi merupakan suatu cara untuk menentukan posisi suatu
titik lain dari titik ikat, namun memiliki jarak cukup jauh. Untuk dapat
menghitung triangulasi, dibutuhkan posisi lintang, bujur dua titik ikat dan jarak
dari dua titik ikat tersebut atau disebut juga dengan baseline. Dari dua titik ikat yang diketahui maka sudut jurusan
atau azimuth dapat dicari, kemudian dilakukan pengukuran sudut disetiap
segitiga yang ada. Sehingga bisa dilakukan perhitungan jarak dan sudut jurusan
ke titik lain dan titik yang akan dicari.
C. Trilaterasi
Penentuan posisi
dengan cara mengukur panjang setiap sisi segitiga. Penentuan posisi dengan cara
ini dapat dilakukan dengan teliti seiring dengan bahan atau teknologi yang
digunakan dalam pengukuran jarak. Sebelum electronic
distance measurement berkembang, pengukuran jarak dilakukan dengan
menggunakan batang kayu, kawat dan sebagainya.
Sama
seperti pengukuran dengan cara triangulasi, hal yang harus diketahui adalah
posisi dan azimuth dua titik ikat diketahui. Pengukuran trilaterasi sering kali
dilakukan bersamaan dengan triangulasi sehingga sering disebut sebagai
pengukuran secara triangulaterasi, contoh sederhana dari pengukuran dari
triangulaterasi adalah pengukuran dengan metode traverse atau dikenal juga
dengan pengukuran poligon.
D.
Pengukuran poligon
Pengukuran untuk
menentukan posisi secara horizontal dengan menggunakan sudut dan jarak yang
cukp teliti adalah poligon atau traverse.
Poligon dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu poligon terbuka dan poligon
tertutup. Pada poligon terbuka, terdapat tiga titik ikat yang berbeda, dua titik ikat berada di awal dan satu titik ikat di akhir pengukuran. Sedangkan
pada poligon tertutup, titik awal dan titik akhir yang digunakan sama.
Pada poligon
terbuka, dua titik ikat awal pengukuran digunakan untuk mendapatkan sudut
jurusan atau azimuth, kemudian digunakan dalam perhitungan sudut selanjutnya.
Pengukuran jarak dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran sudut. Titik ikat
yang digunakan di akhir pengukuran dapat digunakan sebagai kontrol penentuan
posisi titik-titik lain. Poligon tertutup seperti gambar dibawah, membutuhkan
dua titik ikat untuk sudut jurusan awal, dan satu titik ikat digunakan sebagai
titik akhir pengukuran.
Pengukuran
poligon memiliki kelebihan dibandingkan dengan penentuan posisi secara
trilaterasi maupun triangulasi karena dapat digunakan pada daerah yang relatif tidak
terlalu luas. Ketelitian yang didapat juga relatif baik, terutama polgion
tertutup karena kontrolnya lebih jelas.
IV. Penentuan Posisi Vertikal
Penentuan posisi secara
vertikal sering disebut juga dengan leveling atau dikenal juga dengan sipat
datar. Secara umum terbagi dua yakni
sipat datar teliti dan sipat datar biasa. Pengukuran sipat datar teliti
dilakukan untuk mendapatkan posisi vertikal dari titik kontrol. Sedangkan sipat
datar biasa dilakukan untuk mengukur beda tinggi dari titik kontrol ke titik
lain yang ingin diketahui.
Penentuan posisi secara
vertikal adalah posisi yang tegak lurus dari
suatu obyek terhadap suatu bidang. Pengukuran tinggi sangat dipengaruhi
dengan bidan ekipotensial bumi Seperti diketahui, posisi vertikal dalam bidang
geodesi dapat mengacu pada bidang elipsoid atau bidang geoid. Secara praktis
bidang geoid dianggap sama dengan permukaan laut rata-rata. Perhitungan tinggi
yang mengacu pada elipsoid adalah tinggi dari pengukuran GPS. Secara umum tinggi dibagi dua
yakni true height berdasarkan pengamatan fisis dan normal height berdasarkan
pengamatan matematis. Berikut adalah beberapa metode dalam menentukan posisi
vertikal:
A. Pengukuran
Leveling teliti
Pengukuran titik
dilakukan pada titik yang ingin diketahui tingginya. Jenis tinggi daapt dibagi
lagi menjadi: tinggi orthometrik (tinggi dari geoid), tinggi normal, dan tinggi
dinamik (tinggi yang harus diestimasi dari pengaruh gaya berat medan bumi).
Tinggi orthometrik dilakukan dengan cara mengamati secara fisis dari titik
tersebut. Dengan melakukan perhitungan distribusi massa. Sedangkan tinggi
dinamik dengan melakukan perhitungan pendekatan untuk nilai gravitasi bumi.
B. Trigonometric
leveling
Pengukuran beda
tinggi dari titik ikat yang diketahui ke titik ikat yang ingin diketahui dengan
menggunakan prinsip trigonometri.
Penggunaan alat untuk pengukuran sipat datar secara trigonometri ini
berbeda dengan pengukuran sipat datar umumnya, karena harus menggunakan
theodolit.
C. Barometrik
leveling
Pengukuran beda tinggi yang dilakukan dengan
menggunakan prisnsip tekanan dari dua titik tinggi. Penentuan posisi vertikal
dengan cara ini tidak memberikan tingkat ketelitian yang cukup baik. Dahulu zat
yang digunakan untuk melakukan pengukuran tekanan adalah air raksa, sehingga
pengukuran dengan cara ini tidak cukup efektif dan tidak banyak digunakan,
karena tidak praktis.
D. Echo
sounding
Penentuan posisi vertikal yang biasa digunakan untuk
kedalaman atau dibawah permukaan tanah. Menggunakan gelombang akustik untuk
melihat atau mengetahui pantulan dari obyek yang berada di bawah permukaan air
laut. Dari situ dapat diketahui ketinggian dari muka air laut. Yang dihitung
dari pengukuran menggunakan echo sounding
adalah lamanya waktu tempuh pantulan dari alat, ke obyek hingga kembali lagi ke
alat.
V.
Contoh Penentuan Posisi Berbasiskan Satelit
A. Penentuan posisi
dengan Doppler
Merupakan sistem navigasi satelit paling
pertama digunakan. Didesain pada tahun 1958, yang dinyatakan operasional pada
tahun 1964 untuk militer, baru pada tahun 1967 digunakan untuk keperluan
sipil. Ada beberapa sistem satelit lain
yang digunakan untuk navigasi, contohnya TSIKADA dan GLONASS milik Rusia ,
NAVSTAR Global Positioning System, STARFIX (sistem navigasi komersil untuk
benua Amerika), ARGOS dan NAVSAT. Sistem navigasi TRANSIT dan TSIKADA sudah
tidak digunakan lagi sekarang ini , tergantikan dengan GPS serta GLONNAS. GPS sendiri
memiliki nama NAVSTAR GPS atau Navigation
Satellite Timing and Ranging Global Positioning system.
Sistem ini mirip dengan efek doppler.
Gelombang dipancarkan (pada kecepatan v) oleh transmitter. Jika menumbuk suatu
permukaan maka gelombang ini akan mengalami pemantulan. Gelombang pantulannya
diterima oleh alat penerima (receiver)
. Jika receiver yang digunakan mendeteksi adanya pantulan gelombang yang
dipancarkan tadi, itu berarti ada suatu benda yang menyebabkan terpantulnya
gelombang tersebut. Dari situ jarak benda tersebut dapat dihitung dengan mudah
jika waktu saat gelombang pertama kali dipancarkan sampai pantulannya
terdeteksi (Yohannes Surya).
Konsepnya satelit mengirim posisinya dan waktu menggunakan frekuensi f0,
kemudian penerima (receiver) mencari sinyal dalam kisaran diatas f0
itu, jika sinyal dapat ditemukan pada frekuensi f, receiver akan terus mencari
karena frekuensinya (f0) akan semakin lemah, ketika f0 =
f berarti satelit berada disuatu tempat diatas receiver, perhitungan pun dapat
dilakukan.
B. Penentuan posisi dengan GPS
Sistem GPS atau terkenal
juga dengan NAVSTAR GPS ( Navigation
Satellite Timing and Ranging Global Positioning System) adalah sistem navigasi dan penentuan
posisi secara reseksi menggunakan satelit dengan gelombang radio, akurasi yang cukup tinggi dari beberapa mm
sampai beberapa meter. Sistem GPS ini merupakan perkembangan dari sistem
satelit navigasi TRANSIT dan pengganti sistem TRANSIT. GPS berkembang dari
tahun 1964 sampai sekarang , GPS masih terus berkembang. GPS merupakan milik
pemerintah US yang menyediakan jasa penentuan posisi, navigasi dan waktu.
Sistemnya sendiri terdiri dari 3 segmen atau bagian yaitu space segment (segmen angkasa), control
segment (segmen pengatur/kontrol) dan user
segment (segmen pengguna).
Untuk segmen luar angkasa
terdiri dari konstelasi satelit yang mengirimkan sinyal kepada pengguna.
Terdapat setidaknya 24 satelit menggelilingi bumi pada ketinggian 20200 km,
dimana setiap satelitnya mengelilingi bumi sebanyak 2 kali dalam sehari atau 12
jam untuk satu kali mengorbit (mengelilingi bumi).
Segmen kontrol terdiri dari memantau
jaringan diseluruh dunia dan stasiun yang mengatur satelit dalam orbit mereka
dan pengaturan jam satelit. Segmen ini juga menjejaki satelit-satelit GPS,
mengunggah dan memperbaharui data navigasi, serta mengecek status dan kondisi dari setiap satelit
konstelasi. Segmen pengguna terdiri dari GPS
receiver (atau penerima sinyal GPS). Kemudian digunakan untuk keperluan
perhitungan posisi 3D dan waktu. Satelit GPS terbagi dalam 4 generasi yakni
generasi II, IIA, IIR dan IIF. Perbedaannya terdapat pada akurasi/ketepatan dan
jumlah maksimum hari dimana satelit sama sekali tidak melakukan hubungan atau
kontak dengan stasiun kontrol. Satelit GPS juga mengirim dua sinyal transmisi
gelombang radio dengan emisi “Code Phase” dan “Carrier Phase” untuk menghitung
jarak satelit dan receiver dengan lebih akurat, frekuensi sinyal L1 (1575,42
MHz) dan frekuensi sinyal L2 (1227,60 MHz). Sinyal L1 membawa 2 kode biner
dinamakan kode P(P code, Precise or Private Code), kode P ini, sekarang diganti
dengan kode Y yang tidak diketahui atau dirahasiakan dari publik (umum) dan
kode C/A (C/A-code, Clear Access or Coarse Acquisation). Untuk sinyal L2 hanya
membawa kode C/A. GPS dapat digunakan setiap saat tidak tergantung cuaca dan
waktu (siang atau malam), yang harus diperhatikan sinyal gps tidak boleh
terhalang gedung atau pohon.
GPS bekerja dengan cara
mengirimkan data posisi dan waktu mereka. Metode yang digunakan adalah metode
trilaterasi. Satelit pertama , kedua dan ketiga memiliki waktu yang sama tetapi
jarak satu dengan lainnya berbeda. Ketika satelit pertama mengirimkan data
waktu dan posisinya ke receiver, maka akan ada jeda waktu dari waktu pengiriman
dengan waktu sinyal itu sampai ke receiver. Begitu juga dengan satelit ke dua
dan ketiga, perbedaan waktu dan posisi satelit itulah yang digunakn untuk
perhitungan posisi receiver. Tapi karena ada kesalahan waktu antara GPS dan
receiver maka jarak minimal yang harus diketahui ada 4 buah.
VI.
Hal yang Mempengaruhi Penentuan Posisi
Karena sifat bumi yang dinamis, maka terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi penentuan posisi yang dilakukan untuk mendapatkan
nilai yang akurat atau teliti, yaitu presesi, nutasi dan pergerakan kutub.
A. Presesi
Pergerakan sumbu
rotasi bumi dalam ruang secara sekular atau dalam waktu panjang Gerakan presesi
mirip dengan perputaran gasing. Periode presesi ini cukup panjang yakni 25800
tahun. Akibat adanya presesi, titik potong anatra vernal equinox dengan bidang
ekuator bergerak sepanjang ekliptika
dengan laju 50,4” per tahun.
B. Nutasi
Terjadi karena
bulan mengelilingi bumi dengan besar sudut 5o11’, terhadap bidang
ekliptika. Garis perpotongan antara bidang ekliptika dengan rotasi bulan
dinamakan dengan garis nodal, untuk periode di ruang inersia sendiri adalah
18,6 tahun.
C. Pergerakan kutub
Pergerakan sumbu rotasi bumi
terhadap kerak bumi, pergerakan kutub tidak dapat dijelaskan secara teoritis
namun dapat dibuktikan dengan cara empiris.
VII. Kesimpulan
Metode penentuan posisi saat ini
merupakan bentuk penentuan posisi konvensional namun dengan menggunakan alat
yang lebih canggih. Sehingga pengukuran dan penentuan posisi dapat dilakukan
dengan teliti dan akurat. Selain itu jika ingin mendapatkan hasil dengan
tingkat ketelitian yang tinggi, maka diperlukan perhitungan hal-hal yang
mempengaruhi penentuan posisi seperti presesi, nutasi dan pergerakan kutub,
karena bumi yang sifatnya tidak statis atau memiliki dinamika.
Referensi
[1]
Smith, James R.1997. Introduction to Goedsy. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
[2]
Petr Vanicek and Edward J.Krakiwsky. 1986. Geodesy: the concept. North Holand:
Amsterdam
[3]
Abidin, H.Z. 2001 Geodesi Satelit. PT Pradnya Paramita, Jakarta
[4]
http://www.floridageomatics.com/publications/gfl/chapter-three.htm
karena terlalu sayang cuma buat disimpen :p happy reading!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar