Jumat, 23 November 2012

penentuan posisi

 I.          Pendahuluan
Seperti diketahui ilmu geodesi berkembang dari penentuan posisi. Sudah sejak lama manusia memiliki rasa ingin tahu tentang keberadaan dirinya. Ilmu yang lebih dulu berkembang adalah ilmu astronomi. Dengan pengamatan bintang, posisi dapat ditentukan. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan pemahaman manusia tentang bumi, ilmu penentuan posisi berkembang menjadi navigasi. Selain itu metode dasar penentuan posisi digunakan dengan teknologi yang lebih canggih sehingga hasil dari penentuan posisi tersebut dapat lebih cepat dan teliti. 


   II.        Definisi Penentuan Posisi

Menurut Petr Vanicek dan Edward Krakiwsky, point positioning:”...determination of the coordinate of a point on land, at sea, or in space with respect to implied coordinate system..”
Penentuan posisi merupakan suatu cara untuk menyatakan posisi suatu obyek pada suatu sistem koordinat tertentu. Seperti diketahui terdapat dua sistem koordinat yaitu sistem koordinat terikat langit atau disebut juga dengan ekstraterestrial dan sistem koordinat terikat bumi atau terestrial. Kedua sisten koordinat tersebut memiliki cara atau bentuk pernyataan posisi yang berbeda. Untuk penentuan posisi dari titik ikat yang diketahui dengan satu titik ikat lain diketahui dinamakan sebagai penentuan posisi dengan metode ikatan kemuka. Sedangkan jika dilakukan dari titik yang ingin dicari dinamakan sebagai metode ikatan ke belakang. Untuk menentukan posisi dengan sudut jurusan dan jarak disebut juga dengan metode polar.
Posisi juga dapat dinyatakan dalam tiga dimensi yang berarti memiliki posisi horizontal (x,y) dan vertikal (z).
Dalam penentuan posisi horizontal terdiri dari teknik astronomi, triangulasi, trilaterasi dan travers atau poligon. Sedangkan penentuan posisi vertikal terdiri dari geodetik leveling, trigonometrik leveling, barometrik leveling dan echo sounding.

   III.       Penentuan Posisi Horizontal

A.    Menggunakan Metode Astronomi

Metode astronomi merupakan metode penentuan posisi paling tua yang berbasiskan pada pengamatan bintang. Sistem ini masih digunakan sampai saat ini meski terbatas untuk keperluan-keperluan khusus, metode ini digunakan sejak 1884 untuk penentuan lintang secara teliti di Postdam. Sistem ini juga berkontribusi dalam pengamatan pergerakan kutub atau sering disebut Polar Motion sejak tahun 1890. Sesuai dengan namanya astronomi geodesi merupakan suatu metode dalam penentuan posisi dengan mengamati bintang atau benda langit lainnya. Lebih dalam, tugas utama dari astronomi geodesi adalah penentuan lintang dan bujur geografis, serta azimuth dari darat (terrestrial) melalui benda langit. Lintang suatu daerah dapat diketahui dengan menentukan elevasi (di lokasi pengamat) rotasi sumbu-x bumi yang kira-kira ditunjukan oleh bintang polar atau dapat disebut Polaris. Penentuan bujur dilakukan dengan cara menentukan beda waktu dari daerah tersebut dengan waktu Greenwich. Penentuan ini tergantung dari waktu jam atom yang ada di daerah tersebut. Metode astronomi juga merupakan salah satu cara untuk menentukan sudut jurusan dari dua buah titik yang ada dipermukaan bumi. Penentuan posisi menggunakan metode astronomi merupakan salah satu jenis penentuan posisi ekstraterestrial.
Terdapat tiga hal yang dapat dilakukan untuk mendeskripsikan posisi dari bintang dalam bola langit:
1.      Dengan menggunakan right ascension dan deklinasi
2.      Dengan hour angle dan deklinasi
3.      Dengan azimuth dengan altitude

B.    Triangulasi

Dari namanya dapat diketahui bahwa triangulasi merupakan penentuan posisi horizontal dengan melakukan pengukuran sudut yang ada pada suatu segitiga. Prinsip dasar dari segitiga adalah trigonometri, sehingga triangulasi sangat terkait dengan trigonometri. Penentuan posisi untuk titik ikat teliti dengan cara triangulasi, dilakukan dengan mengamati antar puncak gunung atau titik-titik tinggi lainnya.
Penentuan posisi dengan cara triangulasi merupakan suatu cara untuk menentukan posisi suatu titik lain dari titik ikat, namun memiliki jarak cukup jauh. Untuk dapat menghitung triangulasi, dibutuhkan posisi lintang, bujur dua titik ikat dan jarak dari dua titik ikat tersebut atau disebut juga dengan baseline. Dari dua titik ikat yang diketahui maka sudut jurusan atau azimuth dapat dicari, kemudian dilakukan pengukuran sudut disetiap segitiga yang ada. Sehingga bisa dilakukan perhitungan jarak dan sudut jurusan ke titik lain dan titik yang akan dicari.   


C.    Trilaterasi

Penentuan posisi dengan cara mengukur panjang setiap sisi segitiga. Penentuan posisi dengan cara ini dapat dilakukan dengan teliti seiring dengan bahan atau teknologi yang digunakan dalam pengukuran jarak. Sebelum electronic distance measurement berkembang, pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan batang kayu, kawat dan sebagainya.
Sama seperti pengukuran dengan cara triangulasi, hal yang harus diketahui adalah posisi dan azimuth dua titik ikat diketahui. Pengukuran trilaterasi sering kali dilakukan bersamaan dengan triangulasi sehingga sering disebut sebagai pengukuran secara triangulaterasi, contoh sederhana dari pengukuran dari triangulaterasi adalah pengukuran dengan metode traverse atau dikenal juga dengan pengukuran poligon.

D.    Pengukuran poligon

Pengukuran untuk menentukan posisi secara horizontal dengan menggunakan sudut dan jarak yang cukp teliti adalah poligon atau traverse. Poligon dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu poligon terbuka dan poligon tertutup. Pada poligon terbuka, terdapat tiga titik ikat yang berbeda,  dua titik ikat berada di awal dan  satu titik ikat di akhir pengukuran. Sedangkan pada poligon tertutup, titik awal dan titik akhir yang digunakan sama.
Pada poligon terbuka, dua titik ikat awal pengukuran digunakan untuk mendapatkan sudut jurusan atau azimuth, kemudian digunakan dalam perhitungan sudut selanjutnya. Pengukuran jarak dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran sudut. Titik ikat yang digunakan di akhir pengukuran dapat digunakan sebagai kontrol penentuan posisi titik-titik lain. Poligon tertutup seperti gambar dibawah, membutuhkan dua titik ikat untuk sudut jurusan awal, dan satu titik ikat digunakan sebagai titik akhir pengukuran.
Pengukuran poligon memiliki kelebihan dibandingkan dengan penentuan posisi secara trilaterasi maupun triangulasi karena dapat digunakan pada daerah yang relatif tidak terlalu luas. Ketelitian yang didapat juga relatif baik, terutama polgion tertutup karena kontrolnya lebih jelas.

  IV.       Penentuan Posisi Vertikal

   Penentuan posisi secara vertikal sering disebut juga dengan leveling atau dikenal juga dengan sipat datar. Secara umum  terbagi dua yakni sipat datar teliti dan sipat datar biasa. Pengukuran sipat datar teliti dilakukan untuk mendapatkan posisi vertikal dari titik kontrol. Sedangkan sipat datar biasa dilakukan untuk mengukur beda tinggi dari titik kontrol ke titik lain yang ingin diketahui.

   Penentuan posisi secara vertikal adalah posisi yang tegak lurus dari  suatu obyek terhadap suatu bidang. Pengukuran tinggi sangat dipengaruhi dengan bidan ekipotensial bumi Seperti diketahui, posisi vertikal dalam bidang geodesi dapat mengacu pada bidang elipsoid atau bidang geoid. Secara praktis bidang geoid dianggap sama dengan permukaan laut rata-rata. Perhitungan tinggi yang mengacu pada elipsoid adalah tinggi dari pengukuran GPS. Secara umum tinggi dibagi dua yakni true height berdasarkan pengamatan fisis dan normal height berdasarkan pengamatan matematis. Berikut adalah beberapa metode dalam menentukan posisi vertikal:

A.     Pengukuran Leveling teliti

Pengukuran titik dilakukan pada titik yang ingin diketahui tingginya. Jenis tinggi daapt dibagi lagi menjadi: tinggi orthometrik (tinggi dari geoid), tinggi normal, dan tinggi dinamik (tinggi yang harus diestimasi dari pengaruh gaya berat medan bumi). Tinggi orthometrik dilakukan dengan cara mengamati secara fisis dari titik tersebut. Dengan melakukan perhitungan distribusi massa. Sedangkan tinggi dinamik dengan melakukan perhitungan pendekatan untuk nilai gravitasi bumi.

B.    Trigonometric leveling

Pengukuran beda tinggi dari titik ikat yang diketahui ke titik ikat yang ingin diketahui dengan menggunakan prinsip trigonometri.  Penggunaan alat untuk pengukuran sipat datar secara trigonometri ini berbeda dengan pengukuran sipat datar umumnya, karena harus menggunakan theodolit.

C.    Barometrik leveling

Pengukuran beda tinggi yang dilakukan dengan menggunakan prisnsip tekanan dari dua titik tinggi. Penentuan posisi vertikal dengan cara ini tidak memberikan tingkat ketelitian yang cukup baik. Dahulu zat yang digunakan untuk melakukan pengukuran tekanan adalah air raksa, sehingga pengukuran dengan cara ini tidak cukup efektif dan tidak banyak digunakan, karena tidak praktis.

D.    Echo sounding

Penentuan posisi vertikal yang biasa digunakan untuk kedalaman atau dibawah permukaan tanah. Menggunakan gelombang akustik untuk melihat atau mengetahui pantulan dari obyek yang berada di bawah permukaan air laut. Dari situ dapat diketahui ketinggian dari muka air laut. Yang dihitung dari pengukuran menggunakan echo sounding adalah lamanya waktu tempuh pantulan dari alat, ke obyek hingga kembali lagi ke alat.
  

  V.        Contoh Penentuan Posisi Berbasiskan Satelit

A.    Penentuan posisi dengan Doppler

    Merupakan sistem navigasi satelit paling pertama digunakan. Didesain pada tahun 1958, yang dinyatakan operasional pada tahun 1964 untuk militer, baru pada tahun 1967 digunakan untuk keperluan sipil.  Ada beberapa sistem satelit lain yang digunakan untuk navigasi, contohnya TSIKADA dan GLONASS milik Rusia , NAVSTAR Global Positioning System, STARFIX (sistem navigasi komersil untuk benua Amerika), ARGOS dan NAVSAT. Sistem navigasi TRANSIT dan TSIKADA sudah tidak digunakan lagi sekarang ini , tergantikan dengan GPS serta GLONNAS. GPS sendiri memiliki nama NAVSTAR GPS atau Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning system.
      
   Sistem ini mirip dengan efek doppler. Gelombang dipancarkan (pada kecepatan v) oleh transmitter. Jika menumbuk suatu permukaan maka gelombang ini akan mengalami pemantulan. Gelombang pantulannya diterima oleh alat penerima (receiver) . Jika receiver yang digunakan mendeteksi adanya pantulan gelombang yang dipancarkan tadi, itu berarti ada suatu benda yang menyebabkan terpantulnya gelombang tersebut. Dari situ jarak benda tersebut dapat dihitung dengan mudah jika waktu saat gelombang pertama kali dipancarkan sampai pantulannya terdeteksi (Yohannes Surya). Konsepnya satelit mengirim posisinya dan waktu menggunakan frekuensi f0, kemudian penerima (receiver) mencari sinyal dalam kisaran diatas f0 itu, jika sinyal dapat ditemukan pada frekuensi f, receiver akan terus mencari karena frekuensinya (f0) akan semakin lemah, ketika f0 = f berarti satelit berada disuatu tempat diatas receiver, perhitungan pun dapat dilakukan.

B.    Penentuan  posisi dengan GPS

Sistem GPS atau terkenal juga dengan NAVSTAR GPS ( Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System)  adalah sistem navigasi dan penentuan posisi secara reseksi menggunakan satelit dengan gelombang radio,  akurasi yang cukup tinggi dari beberapa mm sampai beberapa meter. Sistem GPS ini merupakan perkembangan dari sistem satelit navigasi TRANSIT dan pengganti sistem TRANSIT. GPS berkembang dari tahun 1964 sampai sekarang , GPS masih terus berkembang. GPS merupakan milik pemerintah US yang menyediakan jasa penentuan posisi, navigasi dan waktu. Sistemnya sendiri terdiri dari 3 segmen atau bagian yaitu space segment (segmen angkasa), control segment (segmen pengatur/kontrol) dan user segment (segmen pengguna). 
Untuk segmen luar angkasa terdiri dari konstelasi satelit yang mengirimkan sinyal kepada pengguna. Terdapat setidaknya 24 satelit menggelilingi bumi pada ketinggian 20200 km, dimana setiap satelitnya mengelilingi bumi sebanyak 2 kali dalam sehari atau 12 jam untuk satu kali mengorbit (mengelilingi bumi).
 
            Segmen kontrol terdiri dari memantau jaringan diseluruh dunia dan stasiun yang mengatur satelit dalam orbit mereka dan pengaturan jam satelit. Segmen ini juga menjejaki satelit-satelit GPS, mengunggah dan memperbaharui data navigasi, serta mengecek status dan kondisi dari setiap satelit konstelasi. Segmen pengguna terdiri dari GPS receiver (atau penerima sinyal GPS). Kemudian digunakan untuk keperluan perhitungan posisi 3D dan waktu. Satelit GPS terbagi dalam 4 generasi yakni generasi II, IIA, IIR dan IIF. Perbedaannya terdapat pada akurasi/ketepatan dan jumlah maksimum hari dimana satelit sama sekali tidak melakukan hubungan atau kontak dengan stasiun kontrol. Satelit GPS juga mengirim dua sinyal transmisi gelombang radio dengan emisi “Code Phase” dan “Carrier Phase” untuk menghitung jarak satelit dan receiver dengan lebih akurat, frekuensi sinyal L1 (1575,42 MHz) dan frekuensi sinyal L2 (1227,60 MHz). Sinyal L1 membawa 2 kode biner dinamakan kode P(P code, Precise or Private Code), kode P ini, sekarang diganti dengan kode Y yang tidak diketahui atau dirahasiakan dari publik (umum) dan kode C/A (C/A-code, Clear Access or Coarse Acquisation). Untuk sinyal L2 hanya membawa kode C/A. GPS dapat digunakan setiap saat tidak tergantung cuaca dan waktu (siang atau malam), yang harus diperhatikan sinyal gps tidak boleh terhalang gedung atau pohon.
GPS bekerja dengan cara mengirimkan data posisi dan waktu mereka. Metode yang digunakan adalah metode trilaterasi. Satelit pertama , kedua dan ketiga memiliki waktu yang sama tetapi jarak satu dengan lainnya berbeda. Ketika satelit pertama mengirimkan data waktu dan posisinya ke receiver, maka akan ada jeda waktu dari waktu pengiriman dengan waktu sinyal itu sampai ke receiver. Begitu juga dengan satelit ke dua dan ketiga, perbedaan waktu dan posisi satelit itulah yang digunakn untuk perhitungan posisi receiver. Tapi karena ada kesalahan waktu antara GPS dan receiver maka jarak minimal yang harus diketahui ada 4 buah.

VI.       Hal yang Mempengaruhi Penentuan Posisi

Karena sifat bumi yang dinamis, maka terdapat beberapa hal yang mempengaruhi penentuan posisi yang dilakukan untuk mendapatkan nilai yang akurat atau teliti, yaitu presesi, nutasi dan pergerakan kutub.

A.    Presesi

Pergerakan sumbu rotasi bumi dalam ruang secara sekular atau dalam waktu panjang Gerakan presesi mirip dengan perputaran gasing. Periode presesi ini cukup panjang yakni 25800 tahun. Akibat adanya presesi, titik potong anatra vernal equinox dengan bidang ekuator bergerak sepanjang ekliptika dengan laju 50,4” per tahun.

B.    Nutasi  

Terjadi karena bulan mengelilingi bumi dengan besar sudut 5o11’, terhadap bidang ekliptika. Garis perpotongan antara bidang ekliptika dengan rotasi bulan dinamakan dengan garis nodal, untuk periode di ruang inersia sendiri adalah 18,6 tahun.

C.    Pergerakan kutub

Pergerakan sumbu rotasi bumi terhadap kerak bumi, pergerakan kutub tidak dapat dijelaskan secara teoritis namun dapat dibuktikan dengan cara empiris.

   VII.     Kesimpulan

Metode penentuan posisi saat ini merupakan bentuk penentuan posisi konvensional namun dengan menggunakan alat yang lebih canggih. Sehingga pengukuran dan penentuan posisi dapat dilakukan dengan teliti dan akurat. Selain itu jika ingin mendapatkan hasil dengan tingkat ketelitian yang tinggi, maka diperlukan perhitungan hal-hal yang mempengaruhi penentuan posisi seperti presesi, nutasi dan pergerakan kutub, karena bumi yang sifatnya tidak statis atau memiliki dinamika.
Referensi
[1]     Smith, James R.1997. Introduction to Goedsy. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
[2]     Petr Vanicek and Edward J.Krakiwsky. 1986. Geodesy: the concept. North Holand: Amsterdam
[3]     Abidin, H.Z. 2001 Geodesi Satelit. PT Pradnya Paramita, Jakarta
[4]     http://www.floridageomatics.com/publications/gfl/chapter-three.htm


karena terlalu sayang cuma buat disimpen :p happy reading!


Tidak ada komentar: